“Selama kau belum merenungi sang Pencipta,
kau adalah milik makhluk yang dicipta;
tapi kalau kau telah merenungiNya,
makhluk ciptaan menjadi milikmu.”
Ibn ‘Ata’Allah, Hikam.
Ia
merupakan salah satu dari tujuh ahli hokum terkenal di Madinah
al-Munawwara. Melalui ketujuh Imam besar inilah hadits, fiqh
(jurisprudensi) dan tafsir Qur’an disebarkan kepada umat. Ibunya adalah
anak perempuan dari raja Persia terakhir, yaitu Yazdagir. Kakeknya
adalah khalifa pertama, Abu Bakar as-Shiddiq. Ia bertemu beberapa
Tabi’in, seperti Salim bin ‘ Abdullah ibn Umar.
Ia
adalah seorang imam yang soleh dan berpengetahuan tinggi dalam narasi
hadits. Abu Zannad berkata, “Aku tidak pernah melihat siapapun yang
lebih baik darinya dalam hal mengikuti Sunnah Nabi. Pada masa kami,
tidak ada yang dianggap sempurna sebelum sempurna dalam mengikuti Sunnah
Nabi. Dan Qassim merupakan salah satu yang tersempurna.”
Abdur
Rahman ibn Abi Zannad berkata bahwa ayahnya bercerita “Aku tidak
menemukan seorangpun yang mengetahui Sunnah lebih baik daripada
al-Qassim. “Abu Nu’aym juga bercerita tentangnya didalam Hilyat
al-Awliya: “Ia mampu memahami peraturan hukum terdalam dan ia unggul
dalam berperilaku dan beretika.”
Imam
Malik menceritakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, dianggap sebagai
khalifa kelima yang terpadu dengan benar, katanya, “Seandainya ia dalam
tanganku, aku akan menjadikan Qassim, khalifa dijamanku.”
Sufyan
berkata, “Beberapa orang datang ke al-Qassim dengan sadaqah (sumbangan)
yang ia bagikan. Setelah dibagikan mereka pergi shalat. Selagi
melakukan shalat orang mulai berbicara negative tentang penyumbang
tersebut. Anak laki-lakinya berkata kepada mereka ‘ Kalian sedang
berbicara dibelakang orang yang membagikan sedekah dan ia tidak
mengambil satu dirhampun untuk dirinya. Secepatnya ayahnya menegurnya
sambil berkata, ‘Jangan bicara, tapi diam’. Ia ingin mengajarkan anaknya
agar tidak melindungi karena niatnya hanya memuaskan Allah dan ia tidak
peduli dengan pendapat orang.
Yahya
bin Sayyid berkata, “Kita tidak pernah menemukan orang yang lebih baik
dari al-Qassim di Madinah.” Ayyub as-Saqityani berkata, “Aku belum
pernah melihat orang yang lebih baik dari Imam Qassim. Ia meninggalkan
100,000 dinar untuk kaum miskin ketika wafat, dan itu semua berasal dari
pendapatannya sendiri yang halal.”
Ia
wafat di suatu tempat antara Makkah dan Madinah yang disebut al-Qudayd
di tahun 108 (atau 109) H, di usia 70 tahun, sewaktu melaksanakan haji.
Al-Qassim meneruskan Rahasia Rantai Emas kepada pewarisnya, yaitu cucu
laki-lakinya,
Imam Ja’far as-Siddiq.
Komentar
Posting Komentar