Al-Hafizh Sayyid Ahmad al-Ghumariy
Biografi Sayyid Ahmad al-Ghumariy banyak dicatat dalam ensiklopedia para tokoh Islam di antaranya: Khairuddin az-Zarakliy (wafat 1396 Hijriyah) dalam kitabnya “al-A’lam” yang mencatat lebih dari 14000 tokoh besar dunia, Prof Dr Yusuf Abdurrahman al-Mara’syaliy ahli sanad dari Beirut dalam kitab “Mu’jam al-Ma’ajim Wa al-Masyikhat Wa al-Faharis Wa al-Baramij Wa al-Astbat dan kitab Nastr al-Jawahir Wa ad-Durar Fi Ulama al-Qarn ar-Rabi’ Asyar”, Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah dalam kitab “al-Mausu’ah al-Maghribiyyah Li al-A’lam al-Basyariyah Wa al-Hadhariyah”, Syaikh Abdu as-Shamad al-Assyab dalam kitab “Min A’lam Thanjah Fi al-Ilm Wa al-Adab Wa as-Siyasah”, Syeikh Abdus Salam Ibn Sudah dalam kitab “Sallu an-Nishal Li an-Nidhal Bi Dzikr as-Syuyukh Wa Arbab al-Kamal” dan kitab “Ithaf al-Mathali Bi Wafayat A’lam al-Qarn as-Stalist Asyar Wa ar-Rabi’’, Syeikh Ibn al-Haj as-Sulamiy dalam “Is’af al-Ikhwan ar-Raghibin”, Syeikh Abdullah Bin Muhammad Ghaziy al-Hindiy al-Makkiy dalam kitab “Tansyith al-Fuad Min Tidzkar Ulum al-Isnad”, Sayyid Abdurrahman Bin Muhammad Baqir al-Kattaniy dalam kitab “A’yan al-Qarn ar-Rabi’ Asyar”, Sayyid Salim Bin Ahmad Jindan Bin Abi Bakr Bin Salim al-Alawiy dalam kitab “as-Samiy Fi Mu’jam al-Asamiy”, Syeikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa al-Fadaniy dalam kitab “Bughyah al-Murid Min ulum al-Asanid”, Syeikh Abdullah Bin Abdul Qadir at-Thanjiy dalam kitab “Dzikrayat Min Hayati”, Syeikh Muhammad Mukhtaruddin al-Falimbaniy dalam kitab “Bulugh al-Amaniy Fi Ta’rif Bi Syuyukh Wa Asanid Musnid al-Ashr as-Syeikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa al-Fadaniy”, Syeikh al-Mukhtar Muhammad at-Tamsamaniy dalam kitab “as-Shiddiqiyyun, Syeikh Badr al-Imraniy at-Thanjiy dalam kitab Mazhahir as-Syaraf Wal Izzah al-Mutajalliyah Fi Fahrasah Syeikh Muhammad Abu Khubzah”, as-Sayyid Abdurrahman al-Kattaniy dalam kitab “Min A’lam al-Maghrib al-Arabiy Fi al-Qarn ar-Rabi’ ‘Asyar”, Syeikh Abdullah Husain as-Sawadiy dalam kitab “Wajiz Tarjamah al-Hafizh Ahmad Bin as-Shiddiq al-Ghumariy”, Syeikh Mahmud Said Mamduh dalam Tansyif al-Asma’ Bi Syuyukh al-Ijazah Wa as-Sama, Fath al-Aziz Fi Asanid Sayyid Abdul Aziz, Tazyin al-Alfazh Bi Tatmim Dzuyul Tadzkirah al-Huffazh, I’lam al-Qashi Wa ad-Daniy’ dan Ittijahat al-Hadistiyyah Fi al-Qarn ar-Rabi’ Asyar”, Syaikh Muhammad Hajji dalam Mausu’ah A’lam al-Maghrib”, Syaikh Abdullah Bin al-Abbas al-Jarariy dalam “at-Ta’lif Wa Nahdhatuhu Fi al-Maghrib” dan as-Sayyid Idris Bin al-Mahiy al-Qaithuniy dalam kitabnya “Mu’jam al-Mathbu’at al-Maghribiyyah”.
Selain Sayyid Ahmad al-Ghumariy menulis biografi beliau sendiri dalam kitab “al-Bahr al-Amiq Fi Marwiyyat Ibn as-Shiddiq”, ada dua ulama dari keluarga Ibn Shiddiq yang merupakan adik kandung Sayyid ahmad al-Ghumariy yang bernama Sayyid Abdullah Bin Muhammad as-Shiddiq al-Ghumariy dalam kitab “Sabil at-Taufiq Fi Tarjamah Abdullah Bin Shiddiq” dan Sayyid Abdul Aziz Bin Muhammad as-Shiddiq al-Ghumariy dalam kitab “Ta’rif al-Mu’tasiy Bi Tarjamah Nafsiy” keduanya mencantumkan biografi singkat Ahmad al-Ghumariy.
Bahkan ada juga para ulama yang mencatat biografi Sayyid Ahmad al-Ghumariy secara khusus di antaranya: Syeikh Abdullah Bin Abdul Qadir at-Talidiy dalam “al-Uns Wa ar-Rafiq Bi Maastiri Sayyidi Ahmad Bin as-Shiddiq”, Tuhfah al-Qari Fi Ba’dh Mubassyarat Wa Karamat Ahmad Bin as-Shiddiq al-Ghumariy dan kitab “Hayat as-Syeikh Ahmad al-Ghumariy”, Syeikh Mahmud Said Mamduh dalam Musamarah as-Shadiq Bi Ba’dhi Akhbar Sayyidi Ahmad Bin as-Shiddiq, Sayyid Muhammad al-Hasan Bin Ali al-Kattaniy dalam kitab “Fiqh al-Hafizh Ahmad al-Ghumariy”.
Adapun ulama yang menulis biografi Sayyid Ahmad al-Ghumariy ketika memberikan kata pengantar dan sebagai editor terhadap karya-karya Sayyid Ahmad al-Ghumariy sebagai berikut: Syeikh Nizham Bin Muhammad Shalih Ya’qubiy pada kitab “Tahqiq al-Amal Fi Ikhraj Zakat al-Fithr Bil Mal”, Syeikh Ahmad Mursiy pada kitab “Aliy Imam al-Arifin”, Syeikh Mushthafa Shabriy pada kitab “al-Mudawiy”, Syeikh Abu Ali al-Malikiy pada kitab “Qath’ al-Uruq al-Wardiyah”, Syeikh Adnan Zahar pada kitab “al-Ajwibah as-Sharifah”, Syeikh Badr al-Imraniy at-Thanjiy pada kitab “Lubb al-Akhbar al-Ma’sturah” Syeikh Hamdi Abdul Majid as-Salafiy pada kitab “Fath al-Wahhab Bi Takhrij Ahadist as-Syihab”, Sayyid Muhammad al-Hasan Bin Ali al-Kattaniy pada kitab “Taujih al-Anzhar Li Tauhid al-Muslimin Fi as-Shaum Wa al-Ifthar”.
Sayyid Ahmad al-Ghumariy merupakan sosok ulama karismatik. Kapasitas keilmuan beliau tidak diragukan lagi. Meskipun beliau lebih dikenal sebagai pakar hadits dan fiqih, namun sejatinya beliau menguasai banyak ilmu. Di antara karya-karya Sayyid Ahmad al-Ghumariy yang membuktikan kematangannya dalam bidang hadits adalah al-Hidayah Fi Takhrij Kitab al-Bidayah terdiri 6 jilid, kitab yang mengupas autentisifikasi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Bidayah al-Mujtahid karya Imam Ibn Rusyd al-Qurthubi,[2] al-Iktifa Fi Takhrij Ahadits as-Syifa kajian hadits-hadits kitab as-Syifa karya Imam al-Qadhi Iyadh dan kitab Mudawi al-Ilal Ala Syarhai al-Munawiy terdiri 6 jilid kitab yang mengkaji studi kritik terhadap hadits-hadits kitab al-jami; as-Shaghir karya Imam Suyuthi dan kedua syarh yang ditulis oleh imam al-Munawiy. Kedua kitab ini membuktikan penguasaan Syeikh Ahmad al-Ghumari yang sempurna terhadap ilmu 'ilat-ilat hadits, yang merupakan ilmu tersulit dalam disiplin ilmu hadits.
Syeikh Ahmad al-Ghumariy juga menulis kitab al-Mustakhraj kitab al-syihab karya Imam al-Qudhai dan al-Syamail karya Imam Tirmidziy sebagai kajian autentisifikasi terhadap kedua kitab hadits tersebut. Sebagaimana di maklumi, penulisan al-Mustakhraj telah terputus dan belum pernah dilakukan sejak delapan abad sebelumnya, karena hanya mampu dilakukan oleh para al-Hafiz besar.
Kitab al-Jawab al-Mufid beliau memberikan bantahan terhadap pemikiran para tokoh besar di kalangan ulama di antaranya: Syaikh Ahmad Tijaniy, Syaikh Muhammad Zahid al-Kaustariy, Syaikh Abdullah al-Harariy, Syaikh Mahmud Khatthab as-Subkiy, Syaikh Thanthawi al-Jauhariy, Syaikh Mushthafa al-Maraghiy, Syaikh Syakib Arsalan, Syaikh Hasanain Makhluf, Syaikh Waliyullah ad-Dihlawiy, Syaikh Hasan al-Bana, Syaikh Thahir A’Syur at-Tunisiy, Syaikh Ahmad Sukairij, Syaikh Abdul Hay al-Kattaniy, Syaikh Taqyuddin al-Hilaliy, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Hamid al-Faqiy, Syaikh Abdul Hamid Bin Badis dan lain-lain.
Dalam kitab Hushul at-Tafrij beliau menjelaskan metode takhrij hadits. Kitab Awatif al-Lathaif dan kitab Ghunyah al-Arif sebuah kajian takhrij atas hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Awarif al-Maarif salah satu kitab penting dalam tasawuf. Kitab Takhrij ad-Dalail dan Masalik ad-Dilalah kedua kitab yang menguraikan takhrij hadits-hadits kitab Risalah al-Qairawani salah satu kitab fiqh yang menjadi umdah (pegangan) dalam mazhab imam Malik.
Kitab Miftah at-Tartib sebuah indeks hadits dari kitab Tarikh Baghdad karya imam Khathib al-Baghdadi. Kitab Subhah al-Aqiq sebuah karya mengenai biografi ayah beliau. al-Mu’jam al-Wajiz merupakan kitab kumpulan marwiyyat (jalur riwayat) dan biografi guru-guru beliau.
Syeikh Ahmad al-Ghumariy juga menulis kitab al-Burhan al-Jali, yang menguraikan bahwa ajaran kaum sufi sumbernya dari Sayidina Ali Bin Abi Thalib, dan kitab Fath al-Malik al-Ali yang membuktikan keshahiha hadits, "Aku kota ilmu dan Ali pintunya". Dalam kedua kitab tersebut Syeikh Ahmad al-Ghumari berhasil membuktikan secara jenius dan gamblang berbagai kerancuan pemikiran Ibnu Taimiyah al-Harrani dalam studi kritik hadits, sejarah dan tasawuf. Syekh Ahmad al-Ghumari menulis kitab Musnad al-Jin sebuah karya yang menginventarisir hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Rasulullah dari bangsa jin. Sebagian besar karya Syeikh Ahmad al-Ghumari membuktikan bahwa beliau memang seorang hafizh terbesar pada abad modern ini.
Pengakuan imam as-Suyuthiy dalam kitab al-Jami’ as-Shaghir bahwa beliau hanya mencatatkan hadis-hadis yang semuanya stabit dari Rasulullah di dalamnya nyaris tidak ada hadis-hadis maudhu’. Pernyataan tersebut ditolak oleh Syeikh Ahmad al-Ghumariy dalam kitab al-Mughir Ala al-Ahadist al-Maudhu’ah Fi al-Jami’ as-Shaghir dengan meyebutkan puluhan bahkan lebih dari 100 hadis maudhu’ yang diriwayatkan oleh al-Kadzzab (para pendusta) dan al-Waddha’ (para pemalsu hadist).
Salah satu contok kritik Sayyid Ahmad al-Ghumariy terhadap Imam Suyuthiy dalam al-Jami’ as-Shaghir:
اخْتِلافُ أمَّتِي رَحْمَةٌ
Artinya: “Perbedaan di kalangan ummatku adalah rahmat.”
As-Suyuthiy mengatakan bahwa ungkapan tersebut merupakan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nashr al-Maqdisiy dalam kitab al-Hujjah, begitu juga Imam al-Baihaqiy dalam kitab ar-Risalah al-Asy’ariyyah tanpa menyebutkan sanadnya. Imam al-Halimiy, Qadhi Husein dan Imam al-Haramain dan ulama lain menyatakan: “Hadis itu mungkin saja disebutkan oleh para penghapal hadist di kitab-kitab yang tidak kita temukan.”[3]
Menurut Sayyid Ahmad al-Ghumariy: “Ungkapan di atas tidak layak disebut hadis lantaran tidak diketahui sanadnya. Pernyataan al-Halimiy, Qadhi Husein dan Imam al-Haramain tidak bisa dijadikan pegangan, mereka itu hanya ahli fiqh bukan orang-orang yang memiliki konsentrasi dalam kajian hadis baik secara riwayah dan dirayah. Sering kali mereka menyebutkan hadis-hadis maudhu’ ketika berargumentasi dalam perkara hukum. Sebagian mereka juga terkadang berani menisbahkan hadis-hadis maudhu’ kepada dua kitab shahih (Bukhari Muslim), di antaranya Imam Haramain yang melakukan itu. Sangat tidak mungkin Rasulullah mengatakan bahwa perbedaan ummatku adalah rahmat, padahal Allah Taala telah berfirman:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ. إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ
Artinya: “Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.” (Hud: 118-119).
Allah Taala menjadikan rahmat bukan pada perbedaan pendapat, perbedaan pendapat bukan menjadi tanda adanya rahmat. Bukankah ada keterangan hadist lain riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya yang sesuai dengan makna ayat al-Qur’an di atas:
الجَماعَةُ رَحْمَةٌ والفُرْقَةُ عَذابٌ
Artinya: “Berjamaah (bersepakat) itu adalah rahmat, sedangkan berpecah belah menjadi azab.”[4]
Tidak masuk akal bila kemudian Rasulullah menyatakan “Perbedaan di kalangan ummatku adalah rahmat.” Ungkapan tersebut merupakan jargon kelompok orang-orang yang bertaqlid untuk mempertahankan perbuatan dan mazhab ahli bid’ah dan mereka mengada-ngada alasan dengan cara batil.[5]
As-Suyuthiy
juga tidak konsisten dalam memberikan penilaian hadist. Dalam kitab
al-Jami’ as-Shaghir, as-Suyuthiy menyatakan hadist Dhaif, padahal hadist
tersebut sudah divonis sebagai hadist maudhu’ oleh para Huffazh seperti
Imam Ibn Jauziy dan bahkan as-Suyuthi sendiri memasukkannya dalam kitab
“Dzail al-Maudhu’at” yang mengkoleksi hadits-hadist maudhu’. Contoh:
حامِلُ القُرْآنِ حامِلُ رَايَةِ الإِسْلاَمِ مَنْ أكْرَمَهُ فَقَدْ أكْرَمَ الله ومَنْ أهانَهُ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ الله .
Artinya: “Penghafal al-Qur’an adalah pengibar panji Islam, siapa saja yang memuliakannya maka ia telah memuliakan Allah. Dan siapa yang menghinakannya, maka ia akan mendapat laknat dari Allah.”
As-suyuthiy menyatakan hadist di atas sebagai hadist Dhaif, yang diriwayatkan oleh Imam ad-Dailamiy dalam kitab Musnad al-Firdaus dengan sanad yang bersambung kepada Abu Umamah.[6]
Sayyid Ahmad al-Ghumariy memberikan komentar: “Ungkapan di atas adalah salah satu hadist maudhu’ yang sebenarnya as-Suyuthi sendiri secara jelas memasukannya dalam kitab “Dzail al-maudhu’at” sebuah karya kompilasi hadist-hadist Maudhu. Dengan alasan di dalam rangkaian sanadnya ada periwayat bernama Muhammad Bin Yunus al-Kadimiy yang merupakan tokoh pemalsu hadist.[7]
Abdur Rauf Muhammad al-Munawiy sebagai ulama yang memberikan komentar kitab al-Jami’ as-Shaghir melalui dua karya besarnya at-Taisir dan Faidh al-Qadir pun dikritik habis oleh Syeikh Ahmad al-Ghumariy dalam kitab “al-Mudawiy”. Bahkan menuduh al-Munawiy sebagai orang yang kurang mengerti di bidang hadis sehingga dalam komentar-komentar yang diberikan al-Munawiy banyak ditemukan Tahrif (interpensi). Dalam kitab al-Mudawiy, Sayyid Ahmad al-Ghumariy bukan hanya mengkritik tetapi juga memberikan Istidrak (bahasan susulan) terhadap kesalahan-kesalahan al-Munawiy dalam kitab Faydh al-Qadir dan at-Taisir yang keduanya merupakan penjelasan kitab al-Jami’ as-Shaghir karya Imam as-Suyuthiy”.
Sebagai komentator, al-Munawiy bukan hanya menjelaskan makna dari redaksi hadist-hadist al-Jami’ as-shaghir, tetapi juga sering kali memberikan kritik terhadap penilaian as-Suyuthi. Salah satu contoh kritik imam al-Munawiy terhadap as-Suyuthiy yang kemudian dibantah oleh Sayyid Ahmad al-Ghumariy:
إِذا ضَرَبَ أحدُكُمْ خادِمَهُ فَلْيَتَّقِ الوَجْهَ (د) عن أبي هريرة . (صح)
Artinya: “Apabila salah seorang kalian memukul pembantunya, maka hindari memukul wajahnya."[8]
As-Suyuthiy mengatakan bahwa hadis di atas adalah hadis shahih diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dengan sanad muttashil kepada Abu Hurairah.
Al-Munawiy berkata: “Di sini secara jelas as-Suyuthiy sangat teledor, padahal hadist tersebut terdapat pada salah satu kitab Shahihain (Bukhari Muslim). Imam Muslim telah mentakhrij dari Abu Hurairah persis dengan redaksi yang disebutkan. Imam Ibn Hajar al-Asqallaniy mengatakan: “Hadis itu juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy.[9]
Sayyid Ahmad al-Ghumariy mengomentari pernyataan al-Munawiy: “Yang sebenarnya teledor adalah al-Munawiy bukan as-Suyuthiy, lantaran Imam Muslim tidak mentakhrij hadis dengan menggunakan redaksi yang sama sebagaimana pernyataan al-Munawiy. Imam Muslim meriwayatkan dengan redaksi:
اذا قاتل أحدكم أخاه فليجتنب الوجه
Artiya: “Apabila salah seorang kalian membunuh saudaranya, maka hindari wajahnya.”
As-Suyuthiy menyebutkan dengan menggunakan redaksi “Idza Dharaba”, sedangkan Imam Muslim tidak meriwayatkan redaksi tersebut.”[10]
Dalam
kitab al-Mudawiy, Ahmad al-Ghumariy mampu membuktikan secara ilmiah
dengan data-data yang akurat mengenai kekeliruan yang dilakukan ulama
ahli hadist sekaliber Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthiy (849-911
Hijriyah) dan Imam Abdurrauf Muhammad al-Munawiy (924-1031 Hijriyah).
[1] Sayyid Ahmad al-Ghumariy dilahirkan hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan di perkampungan suku Bani Saad kota Thanjah (Tangier) Maroko pada tahun 1320 hijriyah bertepatan tahun 1902 masehi. Sedangkan beliau wafat pada tahun 1380 hijriyah bertepatan dengan tahun 1960 masehi; Lihat; Mahmud Said Mamduh, Tazyin al-Alfazh Bi Tatmim Dzuyul Tadzkirah al-Huffazh, (Kairo: Dar al-Bashair 2009) h. 92.
[2] Muhammad Abdullah at-Talidi, Turats al-Magharibah Fi al-Hadist an-Nabawiy Wa ulumih (Beirut: Dar al-Basyair 1995), h. 295.
[3] Suyuthiy, al-Jami’ as-Shaghir Fi Ahadist al-Basyir an-Nazir, vol. 1 (Dar al-Fikr, Beirut 1994) h. 13.
[4] Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, no hadis: 5420.
[5] Ahmad al-Ghumariy, al-Mughir Ala al-Ahadist al-Maudhu’ah Fi al-Jami’ as-Shaghir, (Kairo: Maktabah al-Qahirah 1998), h. 11-12.
[6] As-Suyuthiy, al-Jami’ as-Shaghir, vol. 1 h. 146.
[7] Ahmad al-Ghumariy, al-Mughir, h. 41-42.
[8] As-Suyuthi, al-Jami’ as-Shaghir, vol. 1 h. 30.
[9] Faidh al-Qadir, vol. 1, h. 497.
[10] Ahmad al-Ghumariy, al-Mudawiy Li Ilal al-Jami’ as-Shaghir Wa Syarhai al-Munawiy, vol. 1 (Mesir: Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah 1996) h. 356.
Komentar
Posting Komentar